PUASA SEBENTAR LAGI
Oleh: Imron Samsuharto
COBA beberkan jari-jari kedua tangan Anda, dan hitunglah dari kanan ke kiri, atau boleh saja dari kiri ke kanan. Normalnya ada sepuluh jumlahnya. Dan syukur Alhamdulillah, tak sampai hitungan sepuluh, atau kurang dari 10 hari lagi, Insya Allah kita akan berjumpa dengan puasa Ramadhan, bulan yang teramat mulia.
Apa yang perlu kita persiapkan? Apakah dalam Ramadhan yang hampir tiba ini, jika masih ada anugerah nyawa dikandung badan, kita akan menjalaninya dengan rutinitas ibadah tahunan belaka seperti biasanya? Cobalah muhasabah sejenak, kira-kira kualitas puasa Ramadhan setahun yang lalu bagaimana. Kategori baik, biasa-biasa saja, atau jelekkah? Raba dan koreksilah pribadi kita masing-masing.
Seyogianya menyambut datangnya bulan suci Ramadhan itu sudah dimulai sejak bulan Rajab atau H-2 bulan (H minus dua bulan). Maka ada doa yang sudah demikian polpuler: “Ya Allah, berilah hamba karunia barokah di bulan Rajab, dan juga bulan Sya’ban. Dan sampaikanlah (pertemukanlah) hamba pada bulan Ramadhan.”
Persiapan H-2 bulan, realisasinya bisa dengan berlatih puasa sehari dua hari atau bisa lebih – di bulan Rajab, terus dilanjut di bulan Sya’ban – agar badan atau fisik mulai terbiasa atau terkondisi dengan situasi puasa. Jadi, badan fisik tidak dimanjakan terus menerus dengan aneka kuliner yang menggoda selera.
Kemudian di bulan Rajab dan Sya’ban itu pula, mulai berlatih menahan emosi negatif. Berperilaku atau bertindak marah-marah, murka, maki-maki, ngomel-ngomel, berang dan semacamnya mulai ditinggalkan. Bergunjing membicarakan aib atau kejelekan orang lain, mengadu domba, memfitnah, menghina, menyakiti, dan semacamnya mulai dikurangi sebisa mungkin. Melihat atau menonton sesuatu yang mubazir atau tak bermanfaat, mulai diminimalisasi. Demikian pula mendengarkan atau menyimak hal-hal yang mudharat mulai dihapus. Sanggupkah..??
Seiring dengan itu, perilaku positif pun sejatinya mulai dikondisikan. Menebar senyum persahabatan dan perdamaian, menjalin persaudaraan sesama umat manusia, menyambung tali silaturahim, membantu meringankan beban kaum dhuafa, memberi infak dan sedekah secara ikhlas, memberi makan-minum pada orang yang menderita (kelaparan), menata kembali ibadah mahdhah, membaca dan mengkaji Alquran, berbuat untuk kemaslahatan umat, dan amal kebaikan lainnya.
Jika persiapan-persiapan itu telah dilakukan dan terlatih, maka begitu bulan qomariyah masuk tanggal 1 Ramadhan tinggal mempertebal amal-amal kebaikan tersebut untuk meraih keberkahan bulan nan mulia itu. “Speed” lebih dikencangkan lagi, gas digeber secara proporsional, tidak terpaku pada persneling satu tapi tiga atau empat bila mampu. Insya Allah raihan menjadi “muttaqin” (la ‘allakum tattaquun sebagaimana terjemah Al-Baqarah:183) bukan isapan jempol belaka, dengan bersandar pada ridha Allah Yang Maha Mulia. Malam seribu bulan (lailatul qodar) pun boleh jadi tak meleset terengkuh di sepertiga akhir Ramadhan. Coba bayangkan, saat masuk bulan Ramadhan baru mulai menata sholatnya, dzikirnya, tadarusnya, sedekahnya, zakatnya, infaknya, dan seterusnya. Seperti over kemaruk sibuk ibadah begitu. Tapi menginjak pertengahan Ramadhan, energi sudah mulai melemah dan menurun kadar ibadahnya. Ironis, bukan?
Maka, sisa waktu yang tinggal sedikit ini, mari gunakan sebaik-baiknya untuk menata diri menyambut tibanya syahrul maghfirah. Ingatlah sabda Nabi berikut ini: “Berapa banyak – konotasinya berarti amat banyak – orang yang berpuasa tapi tidak mendapatkan apa-apa atas puasanya itu, kecuali lapar dan dahaga.” Semoga “warning” tersebut menjadi motivasi tersendiri agar kualitas puasa Ramadhan kita nanti jauh lebih baik ketimbang puasa tahun-tahun lalu. Senantiasa berharap dan berdoa semoga kita masih dipertemukan dengan bulan yang mulia itu.
Marhaban ya Ramadhan. Bulan mulia yang penuh berkah dan ampunan.